Gunung Misterius di Tatar Pasundan
Dari sekian banyak tempat wisata yang ada di Kabupaten Cianjur, ada satu tempat wisata yang tidak boleh Anda lewatkan, yaitu Situs Megalitik Gunung Padang.
Situs ini berada di Kampung Panggulan Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Tepatnya, 50 km dari pusat kota Cianjur.
Luas bangunan batuan ini sekitar 900 m2 dengan luas areal sekitar 3 hektare. Situs Megalitik di Gunung Padang ini merupakan situs terbesar se-Asia Tenggara.
Gunung Padang merupakan situs megalitik berbentuk 5 punden berundak (5 tahap tingkatan) yang letaknya menghadap ke arah Gunung Gede Pangrango.
Setiap pundennya banyak tertanam batuan andesit sisa dari abu vulkanik yaitu pembekuan magma pada lingkungan sisa-sisa gunung api pada jaman prasejarah. Kejadian tersebut diperkirakan sekitar 2 – 1 juta tahun yang lalu.
Perkiraan batu-batuan tersebut tertanam di Gunung Padang sejak 3.500 tahun yang lalu atau sekitar 1.500 tahun sebelum masehi.
Menuju ke situs ini, diperlukan perjuangan karena harus melewati sekitar 400 tangga yang cukup curam. Tak ayal lagi, pengunjung yang datang dibutuhkan fisik yang kuat.
Situs ini pertamakali ditemukan oleh Rapporten Van de Oudheid Kundigen Dienst (ROD) pada tahun 1914.
Selanjutnya, penemuan ini dilaporkan NJ Krom tahun 1949. Pada tahun 1979 pemerintah setempat melakukan penelitian yang dikatakan sebagai benda cagar budaya tersebut. Sejak saat itu, upaya peneltian terhadap Gunung Padang mulai dilakukan baik dari sudut arkeologis, historis dan geologis.
Menariknya banyak batu – batuan tersebut tertanam tegak vertikal layaknya tertancap jatuh dari langit.
Rata-rata batuan tersebut berukuran sama, yang tersebar di seluruh wilayah yang luasnya 5 hektare, memiliki berat sekitar puluhan kilo, berbentuk persegi panjang.
Manusia prasejarah menyusun batu tersebut untuk mencegah longsor pada gunung sekaligus menjadikannya sebagai tempat pemujaan.
Hanya saja pembuatan tempat pemujaan tersebut tidak selesai dibangun sehingga batu–batunya tercecer begitu saja.
Ahli Geologi Jabar Budi Brahmantymo mengatakan jika melihat batu-batu di Gunung Padang ini merupakan lava atau magma yang naik ke permukaan yang terjadi secara alamiah.
Lava ini merupakan sisa-sisa dari gunung berapi yang aktif sejak 1 hingga 2 juta tahun yang lalu.
“Batuan ini merupakan lava atau magma yang telah mati dan beku hingga sekarang. Pada zaman prasejarah Megalitik, batu-batu tersebut di angkat kesini dibuat punden-punden berundak hingga 5 tahapan. Batuan ini punya makna geografis karena bentuknya memanjang. Jika kita lihat posisi situs ini arah kiblatnya ke Gunung Gede Pangranggo,” tuturnya.
Gunung Padang ini, lanjutnya, punya dinding patahan Cimandiri sehingga jika terjadi gempa batuan disini berjatuhan.
“Tampaknya dulu itu, disini mau di buat semacam candi atau tempat pertapaan. Manusia prasejarah mengangkat satu persatu batuan ke atas. Posisinya memang strategis dan layak dijadikan tempat petapaan,” paparnya.
Arkeolog dari Balai Arke ffb ologi Bandung Lutfi Youndri mengungkapkan dari hasil pengkajian dan penelitian situs terbesar di Asia Tenggara ini memiliki luas konstruksi bangunan yang cukup luas.
Paling menarik dari situs ini yaitu bagaimana manusia prasejarah, arif dalam berteknologi.
“Manusia prasejarah sangat rapih dalam menyusun batu-batuan ini sehingga membentuk sesuatu yang menarik. Mereka juga menata batuan supaya tidak runtuh,” katanya.
Penempatan tangga pun, kata dia, punya makna tersendiri. Seperti penempatan sumur mata air yang berada di sebelah kiri tangga pertama.
Ini diartikan sebagai pensucian diri. Air sebagai bagian dari ritual masyarakat jaman prasejarah. Selain itu, posisi Gunung Padang ini diprediksi sebagai tempat untuk menghitung tata surya.
“Jika malam bulan purnama, disini ada perubahan pola ruang. Oleh masyarakat prasejarah hal ini yang dijadikan pemujaan ritual kepada arwah leluhur. Puncak ritual dilakukan di teras kelima atau pundak ke-5 situs ini,” ujarnya.
Untuk menuju puncak gunung Padang, pengunjung dapat menaiki tangga yang terbuat dari batuan dan ada juga tangga yang dibuat dari semen.
Tangga batuan merupakan peninggalan jaman pra sejarah. Sedangkan tangga yang terbuat dari semen merupakan hasil warga sekitar untuk memudahkan pengunjung naik ke puncak gunung Padang. Tangga peninggalan manusia pra sejarah memang cukup curam dengan kemiringannya hampir 40 derajat.
Pengunjung agar berhati – hati dalam menaiki tangga utama. Tetapi jika merasa tidak mampu, pengunjung dapat menaiki tangga buatan yang lebih landai.
Tangga ini dibuat dan dibenahi sejak tahun 1997 tangga buatan tersebut memiliki 448 anak tangga yang sengaja dibuat oleh pemerintah setempat, hanya saja jaraknya lebih jauh dibandingkan dengan menaiki tangga utama.
Keunikan lain di Gunung Padang, terdapat tiga buah batu besar, jika kita pukul memiliki suara yang mirip dengan suara Saron.
Dimalam hari ketika musim kemarau atau ketika bulan purnama tiba, pengunjung dapat melihat tenggelamnya bulan sekaligus terbitnya matahari diwaktu yang bersamaan.
Pengunjung juga dapat melihat pola ruang langit dan bumi, karena manusia pra sejarah menghitung hari dengan menggunakan perhitungan pola ruang langit.
Sampai sekarang masih banyak yang menggunjungi Gunung Padang untuk bertapa dan mengharapkan keinginannya dikabulkan.
Contohnya, jika punya cita-cita yang ingin tercapai, jika kita meyakini cita-cita tersebut bisa tercapai, bisa mengangkat batu besar yang beratnya puluhan kilogram. Dan banyak lagi keunikan lain yang bisa kita temui di Situs Megalitik Gunung Padang.
Sumber: Disparbud Jabar