Evolusi bathin yang lepas dari dualitas
Kita lahir ke dunia sebagai manusia, diikat oleh tiga belenggu, yaitu belenggu pikiran, ke-aku-an dan keinginan biologis (badan fisik). Dimana pikiran adalah pelopor dari kedua belenggu yang lain, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Sehingga halangan besar manusia di dalam evolusi bathin adalah pikirannya sendiri. Dan langkah evolusi bathin terpenting adalah melampaui pikiran (berhenti didikte oleh pikiran) dan mengendalikan ke-aku-an.
Sayangnya ini adalah hal yang berat dan tidak mudah untuk dilakukan. Terutama karena kita telah mengotori bathin kita selama jutaan kelahiran sebelumnya. Tapi dalam tahapan-tahapan evolusi bathin, langkah pertama bisa kita mulai dari selalu tekun dan sadar untuk selalu berpikir positif. Karena pikiran negatif akan membimbing kita menuju kemarahan, kebencian, permusuhan dan kegelapan bathin. Sebaliknya pikiran positif akan membimbing kita menuju kebaikan, welas asih, kedamaian, pikiran yang terkendali dan jalan kesadaran.
1. Berpikirlah positif
Bayangkan ketika istri kita sedang ngomel-ngomel cerewet, kalau kita berpikir negatif kita akan marah dan bertengkar. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “istri saya sedang mengingatkan kekurangan saya, istri saya sedang membimbing saya menjadi lebih baik, istri saya mengajarkan saya untuk belajar sabar”, maka kita tidak jadi marah dan bertengkar. Bisa jadi malah sayang-sayangan.
Bayangkan kalau anak kita nakal sekali, kalau kita berpikir negatif kita akan marah dan menyakiti anak kita. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “anak saya sedang bereksplorasi, anak saya penuh kreasi dan imajinasi, nakal adalah cara seorang anak bertumbuh menuju dewasa”, maka kita tidak jadi marah dan menyakiti anak kita. Kita akan membimbingnya untuk menyalurkan hal tersebut, misalnya dengan bermain.
Bayangkan kalau teman kantor atau tetangga memfitnah kita, kalau kita berpikir negatif kita akan marah, benci, dendam dan balas menyakiti. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “dia sedang membimbing saya untuk berhati – hati dan lebih santun dalam pergaulan, belajar lebih ramah dan dekat dengan lingkungan, maka kita tidak jadi marah, benci, dendam dan balas menyakiti.
Bayangkan kalau kita sedang terbaring lemah di rumah sakit, kalau kita berpikir negatif kita akan sedih, bingung, menyesal dan murung. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “semesta sedang mengingatkan saya betapa berharga waktu kita sehat, semesta sedang memberikan saya jeda waktu untuk merenungkan makna kehidupan, semesta sedang memberikan saya kesempatan untuk mentransformasi evolusi bathin, semesta sedang mengajarkan saya untuk menjadi sabar dan bijaksana.”, maka kita tidak jadi sedih, bingung, menyesal dan murung.
Ketenangan-kesejukan bathin yang timbul dari ketekunan untuk selalu berpikiran positif ini akan membuat kita bisa menyelaraskan diri dengan situasi keadaan apapun. Kita tidak akan terseret oleh kemarahan, rasa penasaran, penyesalan, kesedihan, keserakahan, dll. Hidup ini adalah pembelajaran, suatu evolusi bathin, yang akan mengantarkan kita ke arah yang lebih baik, sadarilah itu dengan sesadar-sadarnya dengan selalu berpikir positif.
Kita tidak melihat hal-hal sebagai mana adanya, kita melihat hal-hal itu sebagaimana keadaan pikiran kita sendiri.
(Sampai di suatu ketika, di suatu moment kita bisa sadar bahwa baik yang positif maupun negatif hanyalah refleksi dari persepsi pikiran kita sendiri).
2. MEMAHAMI RIAK-RIAK PIKIRAN
Kembali ke awal bahwa halangan besar manusia di dalam evolusi bathin adalah pikirannya sendiri. Dan langkah evolusi bathin terpenting adalah bagaiman melampaui pikiran (berhenti didikte oleh pikiran) dan meniadakan ke-aku-an.
Bagaimana melampaui pikiran dan mengendalikan ke-aku-an ? Sadar bahwa baik yang positif maupun negatif hanyalah refleksi (bayangan) dari persepsi pikiran kita sendiri.
Kesedihan, kemarahan, hawa nafsu, dll, muncul dari pikiran. Dari pengalaman dan hal-hal yang kita beri label negatif (tidak menyenangkan, menyakitkan, dll). Begitu bayangan pikiran ini hilang atau pikiran teralih ke hal yang lain, maka dengan sendirinya semua emosi negatif tadi lenyap. Dia baru akan muncul kembali kalau bayangan pikiran kita kembali tertuju kepada pengalaman dan hal-hal yang kita beri label negatif tadi.
Kebahagiaan, kesenangan, suka-cita, dll, juga muncul dari pikiran. Dari pengalaman dan hal-hal yang kita beri label positif [menyenangkan, memuaskan, dll]. Begitu bayangan pikiran ini hilang atau pikiran teralih ke hal yang lain, maka dengan sendirinya semua emosi positif tadi lenyap. Dia baru akan muncul kembali kalau bayangan pikiran kita kembali tertuju kepada pengalaman dan hal-hal yang kita beri label positif tadi.
Ini berarti bahwa pembuat segala emosi dan perasaan (baik positif maupun negatif) kita adalah bayangan persepsi pikiran kita sendiri. Segala sesuatu pengalaman dan kejadian yang terjadi dalam hidup kita sejatinya adalah hal yang wajar dan alami di dalam hukum-hukum semesta. Dia tidak membawa kebahagiaan maupun kesedihan. Baik kebahagiaan maupun kesedihan, adalah produk dari riak-riak pikiran kita (permainan pikiran kita sendiri). Begitu riak-riak pikiran kita berhenti, maka berarti berhenti pula baik kebahagiaan maupun kesedihan. Bukan berarti tidak berpikir, tapi berhenti didikte oleh pikiran. Bukan bahagia maupun sengsara, bukan puas maupun kecewa. Yang ada hanyalah kehidupan ini sebagaimana adanya, wajar dan mutlak. Disanalah ”sesuatu yang lain” akan muncul, yang disebut sebagai Atma Jnana ( kesadaran realitas diri yg sejati ).
Pikiran yang membanding-membandingkan, menilai, memilah-milah, adalah permainan pikiran yang menjadi sumber ledakan konflik-konflik bathin. Realitas diri kita yang sejati terletak di atas segalanya ini.
Sumber : inspirasi dari sebuah tulisan yg diedit seperlunya.