Jenis Retak Pada Dinding Pasangan Bata
Jenis Retak Pada Dinding Pasangan Bata
Menurut Gray (2002) dalam Satriyani (2004) bahwa hampir 80% dari keretakan dinding pasangan pada struktur bangunan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Retak Horizontal
Retak jenis ini seringkali berhubungan dengan struktur, tetapi besar atau kecilnya pengaruh dari retak ini tergantung pada ada atau tidaknya pergerakan lateral dari struktur tersebut. Jika tembok sudah bergerak kira- kira sepertiga dari tebalnya sehingga tembok tersebut tidak tegak lagi, maka tembok ini kemungkinan akan runtuh.2. Retak Vertikal
Retak vertikal atau hampir vertikal hanya berhubungan dengan struktur apabila terjadi pergerakan lateral pada konstruksi tersebut. Retak ini memiliki lebar yang sama dari atas sampai ke bawah dan biasanya tidak begitu lebar. Ini disebabkan oleh pergerakan yang biasa terjadi pada bahan bangunan. Semakin kaku suatu bahan semakin besar kemungkinan terjadi retak. Bahan yang berpori dan bahan yang tidak begitu padat biasanya lebih fleksibel dan lebih kecil kemungkinannya untuk retak.
3. Retak Diagonal
Retak diagonal ini biasanya berhubungan dengan struktur. Retak ini disebabkan oleh penurunan yang tidak merata pada pondasi yang menyangga tembok tersebut. Pada saat terjadi penurunan pada beberapa titik yang lemah, sedangkan titik lain pada tembok yang sama tidak terjadi penurunan karena ditopang oleh tanah atau pondasi yang kuat, maka terjadilah retak diagonal ini.
Penyebab Terjadinya Keretakan Pasangan Dinding Bata
Frick (1999) dalam Satriyani (2004) menyatakan bahwa jika daya dukung tanah tidak mampu menerima beban diatasnya, maka akan terjadi penurunan yang tidak merata pada konstruksi. Hal ini memicu terjadinya ketimpangan – ketimpangan pada bangunan yang salah satunya yaitu keretakan dinding. Untuk itu sebelum pelaksanaan pembangunan dimulai perlu diadakan suatu perbaikan mutu tanah terhadap tanah yang keadaannya kurang baik.
Pondasi adalah bagian dari bangunan yang berfungsi untuk meneruskan beban yang dipikulnya termasuk beratnya sendiri ke permukaan tanah. Untuk menghindari penurunan yang tidak merata maka pondasi harus diperhitungkan dengan tepat. Seperti yang dikatakan Zainal (2000) dalam Satriyani (2004), bahwa untuk menghindari terjadinya keretakan pada dinding dan agar penurunan menjadi merata, maka perlu dipasang sloof beton pada pondasi.
Kesalahan dalam pengerjaan juga merupakan penyebab terjadinya keretakan dinding. Beberapa contoh kesalahan yang sering terjadi di lapangan adalah tidak dipenuhinya syarat – syarat berikut :
- Untuk satu kali proses pengerjaan, tinggi dinding tidak boleh melebihi satu meter. Syarat diatas dimaksudkan agar berat sendiri yang dipikul oleh dinding itu tidak terlalu berat selama proses pengikatan antara campuran spesi dan bata merah yang digunakan masi berlangsung. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka dikawatirkan proses pengikatan itu tidak terjadi dengan maksimal sehingga secara otomatis kekuatan tembok tersebut dalam menerima beban akan berkurang.
- Pada dinding bata merah, sebelum pemasangan, bata merah harus direndam terlebih dahulu hingga cukup air. Ketentuan ini berkenaan dengan proses pembuatan bata merah itu sendiri yaitu melalui pembakaran. Proses ini menyebabkan bata merah memiliki tingkat penyerapan air yang sangat tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan sebelum pemasangan, dikawatirkan bata merah akan menyerap air dari campuran spesi sehingga proses pengikatan spesi menjadi terganggu karena adukan spesi menjadi kering.
Mutu bahan yang digunakan harus tidak ada cacat. Batu bata merah yang digunakan adalah batu bata dengan tingkat kematangan yang sedang sehingga akan berwarna merah tua. Selain itu ukuran bata merah harus seragam, sehingga ketebalan spesi pun menjadi seragam dan tidak kurang dari satu sentimeter.
Perhitungan terhadap beban – beban yang dipikul dinding juga perlu dilakukan agar bisa direncanakan kapasitas dinding dalam memikul beban sehingga tidak terjadi keretakan bahkan keruntuhan pada dinding akibat kekuatan material penyusunnya terlampaui.